Profil Organisasi GMPI

on Jumat, 22 Mei 2009


PROFIL ORGANISASI






GERAKAN MAHASISWA PAPUA INDONESIA (GMPI)

SATU UNTUK SEMUA, SEMUA UNTUK SEMUA



Latar Belakang

Membangun Indonesia yang adil damai dan sejahtera membutuhkan persatuan dan kesatuan di antara segenap anak bangsa, apalagi di tengah era globalisasi yang menghadirkan berbagai tantangan. Dalam konteks lokal di Papua, persatuan dan kesatuan bangsa menjadi pergumulan kita bersama-sama. Maka dibutuhkan langkah-langkah konkrit untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan (wawasan kebangsaan).

Telah hidup dan berkembang hegemoni di Papua bahwa kita memang berbeda sehingga tidak memungkinkan lagi adanya persatuan dan kesatuan, pertanyaannya apakah hal ini logis dan telah sesuai dengan kodrat manusia?

Perbedaan adalah kodrat sejak eden diciptakan. Kurangnya kajian kritis dan mendalam terhadap fenomena ini turut serta menyuburkan hegemoni ini.

Persatuan dan kesatuan yang semakin renggang mengakibatkan perdamaian menjadi barang langka. Gesekan-gesekan yang mungkin timbul akibat kurangnya rasa kebersamaan, mengakibatkan kehidupan rakyat Papua semakin hari semakin tidak nyaman. Maka perlu kiranya diperjuangkan rasa cinta pada perdamaian. Adanya sikap nyata dalam membangun perdamaian di antara seluruh komponen nyata berawal dari rasa cinta dan saling mengasihi diantara sesama warga bangsa. Semoga komitmen Papua Pulau Damai tidak hanya di mulut saja.

Mahasiswa dan pemuda adalah agen perubahan. Sejarah bangsa ini merupakan bukti yang kuat bahwa mahasiswa dan pemuda selalu tampil di garda terdepan untuk menyelesaikan persoalan bangsa.

Meningkatkan persatuan dan kesatuan, menumbuhkan rasa cinta tanah air, memperjuangkan perdamaian menjadi tanggungjawab mahasiswa dan pemuda.

Kita bersama untuk berpikir, kita bersama berkata, kita bersama bekerja dan kita bersama-sama menikmati hasilnya.

Dewasa ini tampak bahwa mahasiswa dan pemuda makin kurang tertarik untuk aktif pada organisasi intra kampus, ekstra kampus maupun organisasi-organisasi masyarakat lainnya. Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan:

1. Kepemimpinan. Para pemimpin pemuda tidak berhasil memainkan peranannya sebagai motifator para kadernya, juga tidak berhasil sebagai teladan yang baik. Para kader tentunya tidak mau berkaca pada cermin yang retak. Para pemimpin pemuda cenderung beranggapan bahwa mereka adalah raja yang harus dilayani, padahal paradigma yang sesungguhnya yakni pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya.

2. Minat pemuda untuk berorganisasi menjadi menurun sebab mereka merasa bahwa dengan bergabung dengan organisasi justru mengakibatkan kebebasan dalam menyalurkan aspirasinya terkungkung.

3. Kurangnya koordinasi dan kerjasama baik antara sesama pengurus sebuah organisasi maupun antar organisasi.

4. Lemahnya konsolidasi organisasi. Selama ini organisasi pemuda di Papua lebih menitikberatkan pergerakannya pada konsolidasi massa, padahal di antara kedua jenis konsolidasi tersebut perlu dilakukan secara berimbang.

Setiap manusia membutuhkan nilai di dalam hidupnya, sebab hidup dan manusia itu sendiri bernilai. Nilai tersebut dipercaya, diaktualisasikan dan diperjuangkan. Setiap perjuangan yang dilakukan adalah demi eksistensi nilai tersebut.

Lembaga legislatif yang berfungsi sebagai pengawas setiap kebijakan pemerintah agar memihak kepada rakyat, malah banyak melakukan kompromi-kompromi politik sehingga banyak kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, terlebih dengan produk undang-undang yang sering membuat kontroversi sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terlebih yang menjadi sorotan media sekarang ini dimana citra lembaga legislatif rusak oleh oknum wakil rakyat yang melakukan korupsi.

Lembaga eksekutif yang dipilih oleh rakyat dengan harapan memperoleh kehidupan lebih baik dari sebelumnya banyak dikecewakan oleh janji-janji kampanye yang tidak direalisasikan. Penyesalan masyarakat terhadap pemerintah memuncak tatkala kebijakan pemerintah yang berpihak terhadap pengusaha yang banyak menyengsarakan rakyat, kenaikan kebutuhan dasar rakyat, perluasan wilayah dengan berbagai pembangunan yang menggusur masyarakat kecil dan susah.

Birokrasi yang sulit dalam mengurus berbagai ijin dan keperluan masyarakat serta korupsi yang merajalela di lembaga eksekutif.

Benteng terakhir masyarakat dalam mencari keadilan, runtuh saat oknum aparat penegak hukum melakukan korupsi baik korupsi kebijakan, korupsi dana, korupsi keputusan. Maraknya kasus-kasus korupsi yang terungkap di lembaga ini semakin menghancurkan harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan bagi setiap masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Sering masyarakat susah diperas oleh oknum penegak hukum untuk memperoleh keadilan. Begitu gampangnya para tersangka dan pelaku kejahatan memperoleh keringanan hukuman akibat permainan uang di dalamnya.

Terpenting dari semua ini adalah kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (NKRI). Hilangnya kebanggaan terhadap Negara Indonesia atau nasionalisme, makin meningkatnya semangat primordialisme yang sering berujung pada kerusuhan antar suku, maraknya rakyat Indonesia beralih menjadi warna negara tetangga serta permintaan suaka terhadap negara tetangga. Oleh karenanya kaum muda mahasiswa yang berani tampil sebagai pejuang Kebangsaan dan Perdamaian.

Pada Hari Kamis, Tanggal 13 Juni 2OO7, merupakan langkah bersejarah dan kami kaum muda mahasiswa Papua lndonesia untuk mendeklarasikan berdirinya: GERAKAN MAHASISWA PAPUA INDONESIA Atau GMPI


Status

GMPI resmi berdiri pada tanggal 13 Juni 2007 di Abepura


Asas

Pancasila


Landasan Perjuangan

1. Kebangsaan

2. Perdamaian

3. Kepemudaan (kemahasiswaan)


Visi Dan Misi

Visi

MEWUJUDKAN KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA YANG BERSATU, DAMAI DAN CERDAS.

Misi

1. Menjaga keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara dari Merauke sampai Sabang;

2. Membangun Identitas dan Karakter Bangsa;

3. Revitalisasi peran Peran dan Mahasiswa;

4. Memperjuangkan aspirasi rakyat demi kesejahteraan bersama;

5. Pendidikan rakyat sebagai fondasi perjuangan;

6. Menciptakan ketahanan ekonomi rakyat demi kemandirian bagsa.


Sifat Organisasi

Ideologis


Watak Organisasi

Revolter (Revolusioner)


PENGURUS BESAR

Ketua Umum : Habelino Alonzo Revolter Sawaki

Sekretaris Umum : Anhar Sunardi

Kabid Internal : Hugo Karubaba

Kabid Eksternal : Stev. Waromi

Kabid Ekonomi, Sosial dan Budaya : Jefri Yanuarin

Kabid Kajian Strategi dan Gerakan : Herman Ade


Alamat : Gang Nusa Indah III No.128 Perumnas I Waena

Contac Person : 0812 4807 1301 (Ketum), 0852 5410 1296 (Sekjend)

Tiga Komitmen GMPI


TIGA (3) KOMITMEN

GERAKAN MAHASISWA PAPUA INDONESIA

Oleh: Habelino Alonzo Revolter Sawaki


Ada tiga komitmen utama yang menjadi Komitmen Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia (GMPI), yakni: Kebangsaan, Perdamaian dan Kepemudaan.


Mengapa kebangsaan menjadi salah satu hal yang di perjuangkan oleh GMPI?

Realita kita di hari ini memperlihatkan bahwa kebangsaan seolah menjadi suatu konsep yang tidak penting lagi. Orang merasa malu untuk berbicara tentang kebangsaan, sepertinya kebangsaan merupakan nilai asing sehingga tabu untuk diperbincangkan. Generasi muda menjadi lupa bahwa kebangsaan menjadi hal yang sangat prinsipil, jika kita berbicara tentang suatu masa depan yang baik, realistis dan kodrati.

Banyak pihak mencoba untuk melakukan hegemoni bahwa kebangsaan adalah hal yang tidak penting sehingga tidak patut untuk diperjuangkan. Banyak kaum menganggap bahwa kebangsaan adalah suatu dogma, yang statis dan tidak dinamis sehingga perlu ditinggalkan.

Pertanyaannya: benarkah demikian???

Tuhan kita adalah Tuhan yang adil yang memberikan kepada setiap orang apa yang patut diterima oleh setiap pribadi.

Dalam nilai-nilai lokal, secara jelas tersurat maupun tersirat bahwa kebangsaan merupakan salah satu nilai lokal, nilai yang original dan asli dalam setiap suku bangsa.

Dalam bahasa Tolikara, Nawi Arigi yang berarti cinta kampung, cinta tanah air yang berarti cinta mama. Sebab tanah yang mempersatukan kita. Sebab mama yang melahirkan kita, mama yang mempersatukan kita.

Dalam bahasa Waropen, Kanibararuko, yang berarti kita duduk bersama, berpikir bersama, berucap bersama, bertindak bersama, dan akhirnya menikmati hasil bersama. Dalam bahasa Merauke, Izakod Bekai, Izakod Kai, satu hati, satu tujuan. Yang kesemuanya menunjukan secara gambalang bahwa bersama, bersatu adalah nilai dasar kehidupan kita.

Salah satu nilai yang diajarkan melalui kehidupan di eden adalah kebersamaan. Manusia bersama dengan Tuhan, manusia bersama alam dan manusia bersama dengan sesamanya.

Menurut GMPI kebersamaan adalah puncak seluruh nilai dalam piramid nilai-nilai kehidupan.

Kita bersama untuk jujur, kita bersama dalam membangun, kita bersama menikmati kue-kue pembangunan, kita bersama sejahtera.

Korupsi terjadi dan merajalela pada bangsa ini teristimewa di Papua yang merupakan sarang koruptor salah satunya diakibatkan oleh kurangnya kebersamaan. Kurang kebersamaan mewujud pada kurangnya pengawasaan yang bermuara pada peningkatan pelanggaran dan kejahatan.

Mengapa kita harus bersama? Sebab bersama adalah kodrat. Sebab kita tidak bisa hidup secara layak tanpa kebersamaan. Perbedaan adalah rahmat, bukan laknat. Demikian kata para bijak. Persoalannya, bagaimana kita mengelola perbedaan yang ada supaya bisa menjadi rahmat bagi kita semua. Kenyataannya, perbedaan simbolis seperti warna kulit, agama, suku, jenis kelamin dan lain-lain kerap kali justru memicu konflik.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat heterogen, demikian halnya di Papua. Papua yang terdiri dari kurang lebih 250 suku dan bahasa bisa menjadi peluang sekaligus ancaman bagi kita dalam mewujudkan Papua Baru menuju Indonesia yang bersatu adil dan makmur.

Bagaimana sikap yang tepat dalam memaknai perbedaan, bagaimana mengelola perbedaan yang ada menjadi kekuatan dan rahmat bagi kita, sejauh mana perbedaan dan keanekaragaman mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, apa saja harapan pemuda setelah menyimak realita sosial yang ada, serta bagaimana pemuda muncul sebagai agen pemersatu bangsa, merupakan sedikit contoh soal yang masih harus dicari jawabnya.

Membangun Indonesia yang adil damai dan sejahtera membutuhkan persatuan dan kesatuan di antara segenap anak bangsa, apalagi di tengah era globalisasi yang menghadirkan berbagai tantangan. Dalam konteks lokal di Papua, persatuan dan kesatuan bangsa menjadi pergumulan kita bersama-sama. Maka dibutuhkan langkah-langkah konkrit untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan (wawasan kebangsaan).

Telah hidup dan berkembang hegemoni di Papua bahwa kita memang berbeda sehingga tidak memungkinkan lagi adanya persatuan dan kesatuan. Pertanyaannya: apakah hal ini logis dan sesuai dengan kodrat manusia? Perbedaan adalah kodrat sejak eden diciptakan. Kurangnya kajian kritis dan mendalam terhadap fenomena ini turut serta menyuburkan hegemoni ini.

Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia (GMPI) sebagai wadah perjuangan, pembelajaran, dan perkaderan (Triple P Orientation) generasi muda yang peduli terhadap nilai-nilai Kebangsaan, Perdamaian dan Kemahasiswaan (Kepemudaan) menganggap penting untuk melakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas wawasan kebangsaan.

GMPI yang bertujuan menumbuhkan rasa cinta kepada bangsa dan Tanah Air Indonesia merasa perlu untuk turut serta memberi kontribusi nyata kepada rakyat dalam bentuk pengajaran nilai-nilai yang bisa menopang kehidupan berbangsa dan bernegara.

GMPI secara khusus lahir karena kepedulian kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hilangnya kebanggaan terhadap Negara Indonesia (nasionalisme), makin meningkatnya semangat primordialisme yang sering berujung pada kerusuhan antar suku, maraknya rakyat Indonesia beralih menjadi warna negara tetangga serta permintaan suaka terhadap negara tetangga.

GMPI bukan sekedar wadah siraman informasi tapi bagaimana menanam benih karakter. Dan karakter tidak akan terbentuk tanpa pengenalan seorang kader akan masalah dan lingkungannya. Pangkal segala pendidikan karakter ialah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar. Dalam memelihara dan memajukan ilmu, karakterlah yang terutama, bukan kecerdasan. Kurang kecerdasan dapat di isi, kurang karakter sukar memenuhinya.


Kedua adalah perdamaian.

Salah hal yang semakin banyak disuarakan oleh banyak kalangan adalah mewujudkan Papua sebagai pulau damai.

Tetapi kemudian kita melupakan mengapa harus damai dan methode atau bagaimana mewujudkan damai. Damai dibutuhkan supaya manusia bisa hidup secara utuh. Supaya manusia bisa utuh menjumpai Tuhannya. Supaya manusia bisa utuh menjumpai alamnya. Supaya manusia bisa utuh menjumpai sesamanya.

Bagaimana damai diwujudkan? Damai juga membutuhkan infrastruktur. Damai merupakan sasaran jangka panjang. Damai adalah tujuan, maka damai membutuhkan saranan dan instrumen. Kebersamaan adalah salah satu instrumen penting dalam upaya mewujudkan damai. Hanya mereka yang membawa damai layak disebut Anak-Anak Surga.


Nilai ketiga adalah kepemudaan.

Adalah realitas jika Generasi Muda Papua belum memiliki suatu kesepahaman tentang ke mana arah yang hendak dituju. Generasi Muda Papua lebih sering terkotak–kotak dalam kepentingan yang sempit. Realita ini tentu membuat kita sedih, karena Generasi Muda yang justru harus tampil terdepan dalam membela kepentingan rakyat lebih memikirkan kepentingan pribadi dan kelompok masing–masing. Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab lemahnya gerakan Pemuda dan Mahasiswa di Papua dalam memainkan fungsinya sebagai sosial kontrol guna membantu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Belum adanya kesepahaman berpikir di antara para pemuda, hal ini memudahkan para pihak yang berkepentingan dengan leluasa membentur–benturkan kelompok pemuda yang satu dengan kelompok yang lain.

Bung Karno pernah berkata JAS MERAH, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Apa makna ungkapan beliau? Bagi GMPI, dengan pemahaman yang baik terhadap sejarah, kita bisa memandang realita hari ini secara jernih dan jujur dan kemudian kita bisa merumuskan masa depan yang lebih baik, lebih indah, realistis dan kodrati.

Kita juga pernah mendengar: Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa para pahlawannya. Dari sisi akademisi atau kemahasiswaan, menghargai jasa pahlawan, menghargai konsep orang lain, menghargai jasa orang lain, menghargai ide orang lain merupakan bagian dari etika intelektual.

Dalam penulisan skripsi, makalah atau karya ilmiah lainnya, biasanya kalau kita mengutip pendapat orang lain, kita mesti mencantumkan nama orang tersebut pada catatan kaki karya ilmiah kita. GMPI sangat menghargai jasa para pahlawan kita dan menempatkannya di dalam catatan hati setiap kader.

Dalam sejarah bangsa ini, pemuda selalu tampil di garda terdepan, manakala bangsa dan negara benar-benar sekarat. Pemuda adalah anak sulung rakyat. Pemuda harus berdiri di barisan terdepan manakala kebangsaan kita dianulir, digugat bahkan diganggu. Pemuda selalu tampil di garda terdepan ketika damai menjadi sesuatu yang langka. Pemuda adalah agen kebersamaan, pemuda adalah agen pemersatu bangsa, pemuda juga adalah agen-agen perdamaian.

Sejarah bangsa ini telah menceritakan kepada kita bahwa hanya pemuda dan mahasiswa yang mampu memimpin di depan sebagai kelompok pembaharu. Bagaimana dengan pemuda di Papua? Mampukah Pemuda Papua menjadi pioner untuk mewujudkan Papua Baru? Menyadari betapa pentingnya kesatuan pikiran dan tindak di antara Generasi Muda Papua, maka GMPI berkomitmen memperjuangkan persatuan di antara sesama Generasi Muda Papua agar harapan tentang masa depan Papua yang lebih baik dapat terwujud. GMPI bertekad untuk memperkokoh persatuan kita, GMPI bertekad untuk turut berjuang bersama komponen bangsa yang lain di atas Ibu Pertiwi.

GMPI yang didirikan pada tanggal 13 Juni 2007 di Jayapura adalah wadah berhimpun, belajar dan berjuang bagi Generasi Muda Papua yang Cinta Tanah Air Indonesia. Organisasi ini didirikan untuk menjawab tantangan bangsa Indonesia di Papua, yakni persoalan integrasi nasional.

Bagi GMPI, persatuan dan kesatuan bangsa merupakan hal yang prinsipil yang tidak bisa ditawar urgensinya jika kita hendak membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan disegani di dunia. Kalau ada anak bangsa yang bersuara lantang menggugat kebangsaan kita, GMPI menganggap ini merupakan dinamika kehidupan berbangsa. Tetapi hal ini perlu disikapi dengan serius. Jangan sampai kita terlena dan akhirnya campur tangan bangsa asing mengobok-obok persatuan dan kesatuan bangsa.

GMPI menyadari pentingnya menumbuhkan rasa memiliki organisasi dalam diri kader. Sebab hanya dengan rasa memiliki yang tinggi, kami percaya bahwa tujuan organisasi akan lebih cepat tercapai. Proses ini bukanlah proses sekali jadi dan instant, butuh kerja keras dan semangat yang tanpa pamrih.

Kalau ada ungkapan bahwa pemuda tidak mampu memimpin Papua, juga bangsa Indonesia, bahwa pemuda belum siap, pemuda belum teruji mentalnya, ini semua adalah hegemoni dan dongeng belaka.

Ada beberapa hal yang menjadi pemicu timbulnya hegemoni:

1. Ada kesengajaan yang direkayasa untuk mengkonstruksi manusia (pemuda) hanya memiliki satu pilihan, yaitu bahwa pemuda tidak mampu. Dengan sengaja “mereka” menyembunyikan fakta lain bahwa pemuda siap dan mempu menjadi nahkoda bangsa ini.

2. Tidak ada keberaniaan untuk menelaah secara kritis terhadap realita juga propaganda yang dimainkan. Akhirnya kita hanya diam dan pasrah atas propaganda yang dikonstruksi.

3. Dengan sengaja melupakan sejarah, bahwa pemudalah yang memproklamirkan kemerdekaan kita 63 tahun lalu, pemuda yang mengakhiri rezim orde lama, pemuda pulalah yang memulai dan menerobos stagnasi orde baru dan melahirkan era reformasi. Mengapa hari ini “mereka” berani mengatakan bahwa pemuda tidak mampu. Ini adalah pemutarbalikan sejarah.

4. Sikap internal pemuda juga turut menyuburkan hegemoni ini, dengan turut serta mempercayai dogma murahan ini. (Sebuah otokritik bagi pemuda).

5. Dari ketidakpercayaan pada diri kita selaku pemuda, maka tidak ada langkah nyata ke arah mempersiapkan ruang dan kesempatan bagi pemuda. Kita tidak bersikap.

6. Pemuda juga belum mengorganisir kekuatan. Pemuda harus ingat bahwa: kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tercecer (tidak terorgaisir).

7. Apatisme tanpa dasar. Pemuda menjadi malas tahu dan tidak mau tahu dengan kepemimpinan daerah maupun nasional serta internasional.

Kekuasaan yang kini dimiliki tidak akan diserahkan begitu saja oleh kaum tua. Hanya sedikit orang tua yang dengan iklas dan tulus mau mempersiapkan kita untuk menjadi pemimpin tidak hanya di hari esok tapi juga di hari ini.

Kekuasaan yang ada harus direbut. Dan itu hanya dimungkinkan jika pemuda sendiri yang melakukannya. Sampai kapan pemuda terus dininabobokan oleh hegemoni dan “dongeng sebelum tidur” bahwa pemuda belum siap? Sampai kapan orang lain seolah merasa paling tahu tentang pemuda? Sampai kapan pemuda membiarkan haknya dinikmati oleh orang lain? Semua ini harus dimulai dari diri pemuda. Bagaimana kita melakukan yang disebut “Reinkarnasi Paradigma”, melahirkan kembali cara pandang yang sejati, yakni pemuda mampu dan siap.

Reinkarnasi (kelahiran kembali) adalah syarat mutlak menjadi manusia yang utuh. Maka reinkarnasi paradigma juga merupakan syarat untuk mewujudkan pemuda yang utuh.

Pemuda harus tahu bahwa musuh paling besar adalah diri kita sendiri. Bukan “mereka” yang tidak memberikan ruang dan kesempatan bagi pemuda, bukan pula hegemoni yang diciptakan, bukan pula sistem yang diciptakan untuk menyuburkan hegemoni ini tetapi kita sendiri.

Bung karno pernah berkata: “Berikan padaku 10 orang pemuda maka aku akan gemparkan dunia.” Kalimat ini memang diungkapkan untuk memotifasi pemuda, sebuah ungkapan yang jujur dan apa adanya sekaligus tersimpan misteri bagi pemuda untuk mampu menerjemahkan dalam seluruh kehidupan kebangsaan.

Kita dituntut untuk menjabarkannya tidak hanya pada tataran konsep tetapi juga dalam sikap nyata. Pemuda yang mampu mengubah dunia adalah pemuda yang memiliki 3 hal: Progresif, Revolusioner dan Visioner

Pemuda tidak perlu menunggu perintah untuk mengerjakan sesuatu yang dapat memperbaharui kehidupan di sekitarnya. Ia harus peka dan tanggap. Ia harus memiliki rasa memiliki bangsa dan rakyatnya (progresif). Pemuda juga harus peka terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Ia melihat semua masalah sebagai sesuatu yang harus segera diselesaikan. Revolusioner juga mengandaikan kepekaan yang tinggi.

Kedua nilai ini diintegrasikan oleh nilai visioner. Pemuda harus mampu melihat lebih jauh dari semua orang, ke mana arah bangsa ini hendak dibawa. Visioner adalah rahmat yang dianugerahkan oleh Sang Empunya Waktu kepada pemuda yang terpilih untuk melakukan perubahan pada bangsa dan dunia.

Menjadi pemimpin visioner berarti menyelaraskan keinginan dan ambisi pribadi dengan kehendak Tuhan. Pemuda harus dekat dengan masyarakat supaya bisa mendengar dan tahu apa permasalahan yang sedang terjadi di tengah-tengah bangsa. Tetapi kemudian pemuda juga harus dekat dengan Tuhan supaya bisa menyampaikan keluhan dan pergumulan rakyat kepada Tuhan.

Tuhanlah yang akan menganugerahkan hikmat dan kebijaksanaan kepada pemuda untuk menyelesaikan permasalahan rakyat secara elegan.

Pemuda yang dimaksudkan oleh Bung Karno adalah pemuda yang senantiasa gelisah, karena melihat masalah-masalah sosial yang terjadi dengan sendirinya maupun sengaja direkayasa untuk sekedar mengucurkan proyek bagi “mereka”.

Pemuda yang dimaksudkan oleh Bung Karno adalah pemuda yang tahu apa panggilan hidupnya. Panggilan hidup bukanlah sesuatu yang berada di luar diri kita. Ia adalah sesuatu yang berada di dalam diri kita. Ia hanya menanti kapan kita menemukannya. Untuk mengetahuinya, kita perlu berdiam diri sejenak dan melakukan refleksi atas eksistensi kita.

Refleksi (diam yang tak diam) bukanlah sebuah gerak mundur dalam kehidupan kita, ia bukan sebuah grafik turun. Pemuda harus ingat bahwa kemajuan tidak hanya berarti kita berlari tanpa henti, tetapi kemajuan juga berarti kita berhenti sejenak dan bertanya: Siapakah diri kita? Dari mana kita datang? Sekarang kita sedang berada di posisi mana? Kemana hendak kita pergi? Dan mengapa kita hadir di tengah-tengah dunia?